Siapa yang tidak kenal dengan
grup band yang satu ini, mereka merupakan grup band yang sudah tak asing lagi
di dunia musik Indonesia. Tiga puluh dua tahun perjalanan grup band Slank bukanlah
waktu yang singkat. Dalam kurun waktu 3 dekade itu, Slank telah mengalami
perjalanan yang berliku-liku, ada kisah senang, sedih, inspiratif dan kisah kelam
yang terjadi. Grup band ini memiliki 5 orang personil, yaitu Bimo Setiawan
Almachzumi (BimBim) sebagai Drummer, Akhadi Wira Satriaji (Kaka) sebagai Vokalis, Abdi Negara Nurdin
(Abdee) sebagai Gitaris 1, Mohammad Ridho Hafiedz (Ridho) sebagai
Gitaris 2 dan Ivan Kurniawan Arifin (Ivanka) sebagai Bassis.
Berawal pada tahun 1997, saat itu adalah masa-masa sulit bagi
Slank. Selain terjadi perpecahan di tubuh grup band tersebut, ketergantungan
obat-obatan menjadi kendala utama saat tur Jawa-Bali. Akhirnya tur Jawa-Bali
itu pun berantakan. Kala itu Kaka dan Bimbim tidak bisa fokus pada tur, waktu
mereka dihabiskan bercengkerama dengan narkoba. Di tengah situasi kacau
ini akhirnya komando diambil alih Bunda Ifet yang juga ibu dari Bimbim.
Keringat bermanik-manik di
wajahnya. Tubuhnya menggigil. Wajahnya yang tirus dan kuyu menyemburatkan rasa
sakit yang sangat dalam. Nafasnya pun tersengal-sengal. Di puncak rasa sakit,
anak muda yang sakau (ketagihan narkoba), teringat pada Allah. ”Ya, Allah, sembuhkan aku dari rasa sakit
ini, bebaskan aku dari jerat narkoba.” hatinya mengerung, memanjatkan doa.
Ia merasa ada kesejukan mengalir dalam jiwanya. Kesejukan itu bagaikan air yang
merendam rasa sakit pada jasmaninya. Bimbim, adalah nama anak muda yang sakau
itu, dia tak dapat melupakan pengalaman pahit tersebut. Pengalaman itu tak
sekadar membekas di bilik hatinya, tetapi memicunya untuk mendekatkan diri pada
Tuhan agar lebih mengenal ajaran agama Islam. Sepotong doa baginya di puncak
kritis menjadi obat yang mengeluarkannya dari jerat narkoba.
Bimbim, siapa tak mengenal nama
itu? Nama itu terpahat di benak para Slankers, sebutan untuk penggemar grup band
Slank. Bimbim, Kaka dan Ivan memang sempat menjadi budak narkoba. Narkoba
bagaikan setan. Awalnya, mengiming-imingi kebebasan berekspresi dan kekayaan
kreativitas, sehingga mereka menggunakan narkoba untuk eksis di belantika musik
Indonesia. Tak mengherankan, narkoba menjadi gaya hidup Slank pada saat itu. Ironisnya,
banyak Slankers yang ikut mengonsumsi narkoba karena meniru idola mereka.
Setelah terjerumus kepada narkoba,
Bimbim, Kaka maupun Ivan lama kelamaan merasakan adanya pengurangan daya
‘sihir’ dari narkoba. Dan sebaliknya, mereka justru merasa fisik serta jiwa mereka
kian layu, bahkan mengutip istilah mereka yaitu hampir mati. Merasakan dampak
buruknya, BimBim, Kaka dan Ivan pun sepakat untuk keluar dari jebakan narkoba.
Semula, mereka mencoba mengurangi dosis, dengan harapan kelak dapat berhenti. Kenyataannya?
Hingga lima tahun, mereka pun tak kunjung berhenti. ”Jadi kalau mau berhenti, harus mendadak. Hari ini mau berhenti, ya
hari itu juga nggak lagi mau bersentuhan dengan narkoba,” jelas penabuh
drum itu. Kaka, sang vokalis, juga berpendapat demikian. Dia melukiskan obat
dan dokter hanya pembantu, yang utama adalah niat untuk berhenti. Ivan, sang
bassis, menambahkan bahwa harus ada kemauan untuk memohon petunjuk dari Allah. ”Tanpa berdoa nggak mungkin kita bebas dari
narkoba,” jelas Ivan. Mereka yang tak percaya kepada Allah mustahil keluar
dari jerat narkoba. Tanpa bantuan Allah dan dukungan keluarga, para personil
Slank itu meyakini bahwa mustahil mereka dapat sembuh. ”Kita nggak lupa berdoa. Ya berdoa untuk karier kita dan supaya lepas
dari narkoba. Alhamdulillah akhirnya dijawab oleh Allah dan kita diberi
kesempatan sekali lagi,” kata Bimbim. Di sisi lain, menurut Kaka, peran
keluarga terutama Bunda (orang tua Bimbim) menyebabkan mereka sembuh. Bunda
begitu sabar dan telaten merawat mereka. Menghadapi personil Slank, Bunda
memperlakukan mereka layaknya bayi. Berkat do’a sekaligus ketawakkalan para
keluarga, pada tahun 2000 mereka dapat sembuh dari narkoba.
Kelimanya — Bimbim, Kaka, Ridho,
Abdee dan Ivan kini merasa lebih sehat jasmani maupun rohani dibandingkan dulu.
Berhasil keluar dari lingkaran setan tersebut, merupakan pengalaman rohani yang
terbesar bagi mereka. Mereka pun semakin berupaya mendekatkan diri kepada
agama. Salah satu bentuknya adalah berdoa sebelum konser. Mengaku telah memulai
ritual do’a sebelum manggung sejak awal adalah salah satu cara yang membuat
grup band mereka semakin kompak. Slank pun lebih dewasa, dan kini berupaya
menanamkan kesadaran bagi penggemarnya di sela-sela pertunjukan.
Pengalaman berkesan lainnya bagi mereka
ialah saat turut memeriahkan Konser Hijriyah yang diselenggarakan Republika
pada dua tahun silam. Ini adalah pengalaman musikal religius pertama Slank. Pada
perhelatan keislaman itu, grup band ini berkolaborasi dengan Hadad Alwi. Apa
yang dipetik dari pengalaman musikal religius itu? Mereka menganggap konser itu
merupakan bentuk lain dari ibadah Slank dan Kaka mengakui ada nuansa berbeda
karena sebelumnya tidak pernah menyanyikan lagu religius. Penjiwaan terhadap
lagu inilah yang agak sulit dilakukan dalam tempo singkat. Bila untuk lagu pop
rock biasanya hanya butuh waktu satu hari, tetapi menjiwai lagu religius baru
bisa dua hari. Itupun setelah banyak bertanya kepada Hadad Alwi dan sejumlah
orang yang memahami bahasa Arab. Keseharian mereka pun kini kian islami
terutama karena semua personilnya seorang muslim, ini menciptakan suasana yang kondusif
bagi Slank. Masing-masing menjadi bisa saling memberitahu dan memberi arah.
Kadang salah satu dari kelimanya mengingatkan untuk shalat dikarenakan kegiatan
rutin keagamaan belum dilaksanakan, namun ada momen-momen tertentu yang mereka
gunakan untuk berkumpul bersama. Misalnya berbuka puasa, sahur dan takbiran
bersama.
Bimbim pun berharap, mereka dapat
mewujudkan impian di masa datang, yaitu dapat menyelipkan nuansa religi pada
album-album selanjutnya. Namun Bimbim menegaskan, Islam tak harus identik
dengan Arab, begitupun dengan musiknya. ”Bagi
Slank, musik Islam dapat dibungkus dengan corak apapun, pop modern misalnya,”
ujarnya.
Pada tahun 2013 lalu, dalam
rangka ulang tahun Slank ke-30, kisah perjalanan Slank selama tiga puluh tahun
dari awal karir sampai mereka sukses seperti saat ini yang bebas dari narkoba
tersebut dituangkan ke dalam sebuah film yang berjudul “SLANK NGGAK ADA
MATINYA” yang di sutradarai oleh Fajar Bustomi. Lima orang personil Slank
tampil sebagai cameo di film ini. Sementara, sosok mereka diperankan oleh lima
orang aktor yang sudah tidak asing di dunia perfilman Indonesia yaitu Adipati
Dolken sebagai BimBim, Ricky Harun sebagai Kaka, Ajun Perwira sebagai Ridho,
Aaron Ashab sebagai Ivanka dan Deva Mahendra sebagai Abdee serta melibatkan
puluhan ribu Slankers.
Perjalanan Slank untuk mendapat kesuksesan tidaklah mudah, mereka melewati perpecahan sampai kepada mengonsumsi obat terlarang yang membuat mereka kecanduan. Dari kisah tersebut kita dapat mengambil pelajaran, bahwa sebagai generasi penerus dan pelurus bangsa tidak sepantasnya kita mengonsumsi obat terlarang tersebut. Karena untuk melepaskan diri dari jeratan narkoba tidaklah mudah, seperti pengalaman kelam yang dialami Slank. Selain itu, narkoba sangat berbahaya bagi kesehatan manusia serta sangat merugikan bagi para penggunanya.
Sumber: