Minggu, 29 November 2015

Slank Nggak Ada Matinya




Siapa yang tidak kenal dengan grup band yang satu ini, mereka merupakan grup band yang sudah tak asing lagi di dunia musik Indonesia. Tiga puluh dua tahun perjalanan grup band Slank bukanlah waktu yang singkat. Dalam kurun waktu 3 dekade itu, Slank telah mengalami perjalanan yang berliku-liku, ada kisah senang, sedih, inspiratif dan kisah kelam yang terjadi. Grup band ini memiliki 5 orang personil, yaitu Bimo Setiawan Almachzumi (BimBim) sebagai Drummer, Akhadi Wira Satriaji (Kaka) sebagai Vokalis, Abdi Negara Nurdin (Abdee) sebagai Gitaris 1, Mohammad Ridho Hafiedz (Ridho) sebagai Gitaris 2 dan Ivan Kurniawan Arifin (Ivanka) sebagai Bassis. 

Berawal pada tahun 1997, saat itu adalah masa-masa sulit bagi Slank. Selain terjadi perpecahan di tubuh grup band tersebut, ketergantungan obat-obatan menjadi kendala utama saat tur Jawa-Bali. Akhirnya tur Jawa-Bali itu pun berantakan. Kala itu Kaka dan Bimbim tidak bisa fokus pada tur, waktu mereka dihabiskan bercengkerama dengan narkoba. Di tengah situasi kacau ini akhirnya komando diambil alih Bunda Ifet yang juga ibu dari Bimbim. 

Keringat bermanik-manik di wajahnya. Tubuhnya menggigil. Wajahnya yang tirus dan kuyu menyemburatkan rasa sakit yang sangat dalam. Nafasnya pun tersengal-sengal. Di puncak rasa sakit, anak muda yang sakau (ketagihan narkoba), teringat pada Allah. ”Ya, Allah, sembuhkan aku dari rasa sakit ini, bebaskan aku dari jerat narkoba.” hatinya mengerung, memanjatkan doa. Ia merasa ada kesejukan mengalir dalam jiwanya. Kesejukan itu bagaikan air yang merendam rasa sakit pada jasmaninya. Bimbim, adalah nama anak muda yang sakau itu, dia tak dapat melupakan pengalaman pahit tersebut. Pengalaman itu tak sekadar membekas di bilik hatinya, tetapi memicunya untuk mendekatkan diri pada Tuhan agar lebih mengenal ajaran agama Islam. Sepotong doa baginya di puncak kritis menjadi obat yang mengeluarkannya dari jerat narkoba.

Bimbim, siapa tak mengenal nama itu? Nama itu terpahat di benak para Slankers, sebutan untuk penggemar grup band Slank. Bimbim, Kaka dan Ivan memang sempat menjadi budak narkoba. Narkoba bagaikan setan. Awalnya, mengiming-imingi kebebasan berekspresi dan kekayaan kreativitas, sehingga mereka menggunakan narkoba untuk eksis di belantika musik Indonesia. Tak mengherankan, narkoba menjadi gaya hidup Slank pada saat itu. Ironisnya, banyak Slankers yang ikut mengonsumsi narkoba karena meniru idola mereka.

Setelah terjerumus kepada narkoba, Bimbim, Kaka maupun Ivan lama kelamaan merasakan adanya pengurangan daya ‘sihir’ dari narkoba. Dan sebaliknya, mereka justru merasa fisik serta jiwa mereka kian layu, bahkan mengutip istilah mereka yaitu hampir mati. Merasakan dampak buruknya, BimBim, Kaka dan Ivan pun sepakat untuk keluar dari jebakan narkoba. Semula, mereka mencoba mengurangi dosis, dengan harapan kelak dapat berhenti. Kenyataannya? Hingga lima tahun, mereka pun tak kunjung berhenti. ”Jadi kalau mau berhenti, harus mendadak. Hari ini mau berhenti, ya hari itu juga nggak lagi mau bersentuhan dengan narkoba,” jelas penabuh drum itu. Kaka, sang vokalis, juga berpendapat demikian. Dia melukiskan obat dan dokter hanya pembantu, yang utama adalah niat untuk berhenti. Ivan, sang bassis, menambahkan bahwa harus ada kemauan untuk memohon petunjuk dari Allah. ”Tanpa berdoa nggak mungkin kita bebas dari narkoba,” jelas Ivan. Mereka yang tak percaya kepada Allah mustahil keluar dari jerat narkoba. Tanpa bantuan Allah dan dukungan keluarga, para personil Slank itu meyakini bahwa mustahil mereka dapat sembuh. ”Kita nggak lupa berdoa. Ya berdoa untuk karier kita dan supaya lepas dari narkoba. Alhamdulillah akhirnya dijawab oleh Allah dan kita diberi kesempatan sekali lagi,” kata Bimbim. Di sisi lain, menurut Kaka, peran keluarga terutama Bunda (orang tua Bimbim) menyebabkan mereka sembuh. Bunda begitu sabar dan telaten merawat mereka. Menghadapi personil Slank, Bunda memperlakukan mereka layaknya bayi. Berkat do’a sekaligus ketawakkalan para keluarga, pada tahun 2000 mereka dapat sembuh dari narkoba.

Kelimanya — Bimbim, Kaka, Ridho, Abdee dan Ivan kini merasa lebih sehat jasmani maupun rohani dibandingkan dulu. Berhasil keluar dari lingkaran setan tersebut, merupakan pengalaman rohani yang terbesar bagi mereka. Mereka pun semakin berupaya mendekatkan diri kepada agama. Salah satu bentuknya adalah berdoa sebelum konser. Mengaku telah memulai ritual do’a sebelum manggung sejak awal adalah salah satu cara yang membuat grup band mereka semakin kompak. Slank pun lebih dewasa, dan kini berupaya menanamkan kesadaran bagi penggemarnya di sela-sela pertunjukan.
 
Pengalaman berkesan lainnya bagi mereka ialah saat turut memeriahkan Konser Hijriyah yang diselenggarakan Republika pada dua tahun silam. Ini adalah pengalaman musikal religius pertama Slank. Pada perhelatan keislaman itu, grup band ini berkolaborasi dengan Hadad Alwi. Apa yang dipetik dari pengalaman musikal religius itu? Mereka menganggap konser itu merupakan bentuk lain dari ibadah Slank dan Kaka mengakui ada nuansa berbeda karena sebelumnya tidak pernah menyanyikan lagu religius. Penjiwaan terhadap lagu inilah yang agak sulit dilakukan dalam tempo singkat. Bila untuk lagu pop rock biasanya hanya butuh waktu satu hari, tetapi menjiwai lagu religius baru bisa dua hari. Itupun setelah banyak bertanya kepada Hadad Alwi dan sejumlah orang yang memahami bahasa Arab. Keseharian mereka pun kini kian islami terutama karena semua personilnya seorang muslim, ini menciptakan suasana yang kondusif bagi Slank. Masing-masing menjadi bisa saling memberitahu dan memberi arah. Kadang salah satu dari kelimanya mengingatkan untuk shalat dikarenakan kegiatan rutin keagamaan belum dilaksanakan, namun ada momen-momen tertentu yang mereka gunakan untuk berkumpul bersama. Misalnya berbuka puasa, sahur dan takbiran bersama.

Bimbim pun berharap, mereka dapat mewujudkan impian di masa datang, yaitu dapat menyelipkan nuansa religi pada album-album selanjutnya. Namun Bimbim menegaskan, Islam tak harus identik dengan Arab, begitupun dengan musiknya. ”Bagi Slank, musik Islam dapat dibungkus dengan corak apapun, pop modern misalnya,” ujarnya.

Pada tahun 2013 lalu, dalam rangka ulang tahun Slank ke-30, kisah perjalanan Slank selama tiga puluh tahun dari awal karir sampai mereka sukses seperti saat ini yang bebas dari narkoba tersebut dituangkan ke dalam sebuah film yang berjudul “SLANK NGGAK ADA MATINYA” yang di sutradarai oleh Fajar Bustomi. Lima orang personil Slank tampil sebagai cameo di film ini. Sementara, sosok mereka diperankan oleh lima orang aktor yang sudah tidak asing di dunia perfilman Indonesia yaitu Adipati Dolken sebagai BimBim, Ricky Harun sebagai Kaka, Ajun Perwira sebagai Ridho, Aaron Ashab sebagai Ivanka dan Deva Mahendra sebagai Abdee serta melibatkan puluhan ribu Slankers.

Perjalanan Slank untuk mendapat kesuksesan tidaklah mudah, mereka melewati perpecahan sampai kepada mengonsumsi obat terlarang yang membuat mereka kecanduan. Dari kisah tersebut kita dapat mengambil pelajaran, bahwa sebagai generasi penerus dan pelurus bangsa tidak sepantasnya kita mengonsumsi obat terlarang tersebut. Karena untuk melepaskan diri dari jeratan narkoba tidaklah mudah, seperti pengalaman kelam yang dialami Slank. Selain itu, narkoba sangat berbahaya bagi kesehatan manusia serta sangat merugikan bagi para penggunanya.

Sumber: