Jumat, 19 Agustus 2016

Pendidikan di Indonesia Timur

Pendidikan merupakan salah satu modal penting bagi kehidupan seseorang. Salah satu fungsinya adalah kita dapat mengembangkan bakat yang ada di dalam diri kita serta mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Tanpa adanya pendidikan, manusia akan sulit untuk berkembang. Selain itu, pendidikan di butuhkan untuk membentuk karakter bangsa. Salah satu ciri negara maju pun tidak terlepas dari dunia pendidikan. Semakin tinggi kualitas pendidikan suatu negara, maka semakin tinggi pula kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan di dapat. Indonesia merupakan negara berkembang, karena salah satu cirinya yaitu kualitas SDM yang masih rendah. Hal itu dapat terjadi dikarenakan masih banyaknya masalah pendidikan yang ada, terutama didaerah terpencil bagian timur Indonesia. Fasilitas yang kurang memadai untuk menunjang kemajuan proses belajar mengajar serta masalah tenaga didik yang mengajar dengan ilmu seadanya.

Selain sarana dan prasarana yang kurang dan belum memadai, kualitas dari guru dan tenaga pengajar lain juga dirasa masih belum kompeten. Akibatnya, banyak anak-anak yang putus sekolah. Berdasarkan data dari Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal (PAUDNI), terdapat sekitar 800 ribu anak-anak putus sekolah di kawasan Indonesia Timur. Selain itu, kawasan Indonesia Timur juga masih memiliki angka buta huruf yang tinggi. Bahkan 3 provinsi dengan presentase tertinggi penduduk yang buta huruf berasal dari provinsi di Indonesia Timur, yaitu Provinsi Papua (36,31 persen), Nusa Tenggara Barat (16,48 persen) dan Sulawesi Barat (10,33 persen).

Di Papua, masih banyak sekolah dasar (SD) di daerah terpencil yang belum tersedia serta rumah untuk kepala sekolah dan guru tidak di sediakan. Sehingga banyak kepala sekolah dan guru yang meninggalkan tempat tugas dan mengakibatkan tingginya angka ketidakhadiran kepala sekolah dan guru di tempat tugas. Walaupun pemerintah telah memberi bantuan rumah di 20 kabupaten Provinsi Papua pada tahun 2014, tetapi masih saja ada segelintir guru yang terlihat meninggalkan tugas dengan alasan tempat tinggal yang diberikan tidak layak untuk di huni, sehingga banyak guru yang meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya.  Selain masalah fasilitas dan SDM, penyebab utama lainnya adalah minimnya stimulasi yang diberikan pada anak usia dini. Di Papua, anak-anak lebih banyak tumbuh dan berkembang alami tanpa diberikan edukasi yang baik. Minimnya sistem pengajaran sejak usia dini, seperti PAUD atau TK, tentu membuat pendidikan di Papua menjadi terlambat dan tidak terstruktur. Selain itu, adat dan kebudayaan setempat juga secara tidak langsung menjadi penghambat sistem pendidikan di Papua.

Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), masalah pendidikan terbilang cukup kompleks. Masyarakat di NTB masih belum memahami pentingnya pendidikan bagi anak usia dini. Hal ini mendorong banyaknya anak yang putus sekolah. Para pelajar juga banyak yang enggan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Akibatnya banyak penduduk NTB yang buta aksara. Tercatat sebanyak 417.991 warga NTB menyandang buta aksara atau sekitar 16,48 persen dari total penduduk yang ada. Melihat fakta-fakta yang ada, tentu bisa dikatakan bahwa kualitas pendidikan di wilayah Indonesia Timur masih tertinggal dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia seperti Jawa, Sumatera atau Kalimantan.

Berbagai solusi untuk menanggulangi masalah ini terus diupayakan. Di Maluku, solusi perbaikan kualitas pendidikan di lakukan dengan berbagai cara. Pemerintah daerah mencoba mengusahakan berbagai upaya seperti perbaikan kurikulum, pengembangan materi ajar dan pelatihan guru. Namun, hal ini belum berdampak secara maksimal karena beberapa faktor seperti mahalnya biaya pendidikan, rendahnya kualitas guru serta minimnya kemauan belajar. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat, pemerintah daerah terus berusaha mengembangkan pendidikan yang lebih baik. Salah satu cara yaitu dengan mengangkat guru di bidang studi tertentu yang langka serta meningkatkan jumlah dana dan penerima beasiswa di NTB. Hal ini belum berjalan secara menyeluruh sehingga program tersebut tidak berlangsung dengan baik. Pemerintah juga mengupayakan langkah lain seperti memperbanyak jumlah sekolah kejuruan (SMK) yang lebih menitikberatkan pada pendidikan keterampilan. Hal ini dilakukan untuk menarik minat sekolah dari penduduk NTB. Cara ini juga tidak terlalu efektif karena minimnya kemauan belajar di NTB.

Berdasarkan penjabaran di atas, dapat di katakan bahwa kualitas pendidikan di wilayah Indonesia Timur masih tertinggal, jika dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia seperti Jawa, Sumatera atau Kalimantan. Dibutuhkan penanganan dari pemerintah dan semua pihak untuk bisa mengatasi permasalahan ketertinggalan pendidikan di wilayah Indonesia bagian Timur ini.