Selasa, 27 Oktober 2015

SILENCE

*Peringatan: Tidak di perkenankan membaca untuk orang-orang yang merasa hidupnya sudah bahagia tetapi diatas penderitaan orang lain. Dan cerita ini diperuntukkan kepada orang-orang yang masih berpetualang mencari pelabuhan terakhir untuk hatinya yang masih terombang-ambing.

Let’s the story begin!
Semua berawal saat aku dan dia berada dikelas yang sama, waktu itu aku baru masuk SMA. Dia berhasil membuat lengkungan dibibirku tanpa perintah, serta ada rasa enggan untuk tidak memandanginya setiap hari. Aku tidak tahu pasti kenapa aku bisa bersikap seperti ini padanya padahal kami baru saja kenal. Aku akui dia memang bukan laki-laki seperti salah satu pemeran utama pria di novel romance yang bisa dibilang “hampir sempurna” juga sangat diidam-idamkan semua perempuan, tapi bagiku he’s all I want. Entah rasa apa ini, apa mungkin love at the first sight? Who knows. Tepat saat aku menyadari bahwa rasa yang aku miliki padanya bukan hanya kesenangan sesaat dan pada saat itu juga...I choose to love him in silence, because in silence I find no rejection and in silence no one owns you but me. Salahkah aku mencintaimu dalam diam? Akankah semua berakhir seperti yang ku inginkan?


Aku telah selesai berperang dengan Ujian Nasional tingkat SMP yang sukses membuat semua peserta ujian jatuh bangun agar lulus dengan hasil yang memuaskan, tak terkecuali aku. Tahun ini aku masuk ke salah satu SMA negeri yang terbilang favorit di Bekasi yaitu SMA Negeri 2 Bekasi atau dikenal dengan sebutan “Etniez”. Ada program unik di sekolah baruku, yaitu seluruh siswa tahun pertama dan kedua mendapat program moving class. Jadi, setelah kami mengikuti UTS dan mendapat rapor ujian, kami akan mendapatkan kelas rolling atau bisa dibilang kelas sementara sampai selesai UAS.

Aku mendapat kelas X.5 (rolling), dan dikelas itu pun pertama kali aku bertemu dengan dia. Dia yang berhasil menyibukkan mataku selama berada dikelas. Entah apa yang membuatku terus-menerus memandanginya, tapi bagiku dia itu laki-laki yang manis dan aku menyukainya. Sikapnya yang asik dan mudah bergaul berhasil membuatku lebih dekat dengannya. Tapi pada saat itu dia sudah mempunyai kekasih dan aku pun sedang dekat dengan seseorang. Jadi, aku menganggap perasaan ini hanya sesaat saja. Tapi ternyata aku salah, lama kelamaan aku berada didekatnya perasaan ini pun semakin menjadi-jadi. Aku senang bila dijalan tidak sengaja bertemu dengannya, saling bertegur sapa, saling menatap dan melempar senyum satu sama lain sehingga berhasil membuatku semakin salah tingkah. Kami memang tidak dekat selain dikelas, dalam artian jarang chatting-an. Oleh karena itu, aku selalu memanfaatkan waktuku selama dikelas agar bisa terus berdekatan dengannya. Tapi aku tidak bisa terus berdekatan dengannya dikelas karena sahabat perempuannya yang aku tau sudah bersahabat dengannya sejak SMP itu satu kelas denganku, bisa dibilang mereka selalu terlihat bersama. Kadang aku merasa iri dengan sahabat perempuannya itu karena bisa selalu bersama dengannya, tapi apa dayaku yang baru mengenalnya selama beberapa bulan ini.

Hari-hari selanjutnya aku lewati seperti biasa, selalu memanfaatkan waktuku saat berada dikelas. Oh iya, aku belum memberitahu kalian ‘dia’ yang aku maksud ini siapa tapi sebut saja dia Iyan. Pada suatu waktu, aku bercerita tentang gebetanku padanya.

“Yan, mau nanya deh jadi gini, dia nge-tweet gitu ditwitter. Coba liat deh, ini maksudnya apa?” tanyaku.

“Maksudnya ini tuh blablablabla…..” jawabnya panjang lebar.

“Lagian lo ngapain sih mau aja deket sama cowok kayak gitu, mending sama gue!” lanjut Iyan.

Deg! Gue langsung diam tanpa kata dan berusaha mencerna perkataan Iyan barusan serta memastikan bahwa gue gak punya gangguan pendengaran diteliga kanan maupun kiri.

“Jiaaaaaaah bisa aja lo yan!” sahutku sambil nyengir canggung.

“Yee dibilangin!” jawab Iyan.

Aku tidak ingin menganggap serius perkataan Iyan barusan, tapi aku juga tidak bisa memungkiri bahwa aku senang karena bisa dibilang dia peduli kepadaku agar tidak salah memilih kekasih. Tapi pada akhirnya aku dan gebetanku ini memutuskan untuk menjalani sebuah hubungan lebih dari teman.


Tanpa terasa waktu pun cepat berlalu, sekarang aku sudah berada dikelas XI. Aku mengambil jurusan IPS karena aku lebih menyukai pelajaran yang bersifat sosial daripada eksak. Aku sempat cari tahu Iyan memilih jurusan apa, ternyata dia mengambil jurusan IPA. Aku sedikit kecewa karena tidak akan ada kemungkinan satu kelas lagi dengannya. Tapi ternyata dewi fortuna masih berada dipihakku, Iyan satu kelas dengan seorang temanku yaitu Sinta alias Chan. Aku sangat senang, walaupun tidak bisa melihatnya sesering waktu kami sekelas dulu tapi setidaknya aku tidak perlu bingung mencari alasan agar tidak terlihat bahwa aku menyukainya jikalau aku ingin bertemu dengannya sewaktu-waktu. Dan satu hal lagi yang melengkapi hariku yaitu, aku mendapat kabar bahwa Iyan sudah mengakhiri hubungannya dengan pacarnya yang sekarang merangkap sebagai mantan pacar Iyan. Yeay!

Aku pernah mengunjungi kelas temanku untuk mengajaknya sholat dengan maksud lain ingin melihat Iyan juga. Ternyata lagi-lagi dewi fortuna masih berada dipihakku, Iyan menyadari kedatanganku. Disaat aku sedang mencari mukena Chan, tiba-tiba suara yang sangat aku kenali satu tahun belakangan ini terdengar memanggilku.

“Eh ijah, mau kemana jah?” tanya Iyan sambil menampakkan senyumannya.

“Mau sholat nih.” jawabku salah tingkah.

“Lah gimana mau sholat, kan imamnya masih disini.” ujar Iyan.

Deg! Deg! Kalo aja hati ini keliatan, pasti dia udah malu-maluin gue banget nih perkara loncat-loncat kegirangan gak tau tempat.

“Lah apaan sih yan hehe.” jawabku salah tingkah.

Tepat pada saat itu juga aku mengajak Chan keluar kelas dan aku sangat amat berharap Iyan tidak melihat warna pipiku yang tidak terkontrol serta berubah menjadi kemerahan alias blushing seperti sekarang ini. Disaat aku sudah keluar kelas dan memastikan Iyan tidak melihatku, organ tubuhku yang lain mulai merayakan serta mengikuti perintah isi hatiku. Aku langsung loncat-loncatan sambil senyum-senyum sendiri seperti pasien RSJ.


Iyan selalu bisa membuat lengkungan dibibirku tanpa perintah. Oh iya aku ingat, waktu aku sedang istirahat makan siang dikelas pada hari Jum’at, tiba-tiba Iyan datang ke kelasku. Dia ingin mengajak Tian, teman sekelasku yang merangkap sebagai teman Iyan juga, untuk sholat Jum’at. Dan aku memang sengaja pura-pura biasa saja saat Iyan masuk kelasku, untuk menjaga image didepan Iyan. Dan siapa sangka dia menyapaku duluan.

“Eh ijah!” sapa Iyan.

“Eh ada iyan, mau soljum bareng tian ya?” jawabku sebiasa mungkin seakan tidak terjadi apa-apa pada hatiku.

“Iya nih, oh iya kok lo ngambil IPS sih jah? Kita jadi gak bisa sekelas lagi deh.” ujar Iyan santai.

Deg! Deg! Deg! ASTAGAAA IYAAN!!! Perasaan lo ngomongnya santai ya tapi kenapa jadi gue yang gelagepan kayak gini.

'Tahan!! Tahaan!! Tahaaaan!! Badan lo kan gede jah, siapa yang mau gotong lo kalo tiba-tiba lo pingsan? Gak lucu banget ya, dan jangan malu-maluin diri lo sendiri didepan Iyan, ok?!' suara batinku membuyarkan lamunanku. Tanpa sadar aku pun mengangguk dan berkata.…

“Eh iya, nanti lo kangen lagi ya sama gue.” ucapku sok santai sambil nyengir.

“Iyalah pasti kangen, gak ada lagi yang kalo presentasi goyang ke kanan-kiri gak bisa diem kayak lo jah hehe. Udah yah gue mau soljum dulu sama tian, bye!” jawab Iyan.

Deg! Deg! Deg! Deg! Kata-kata Iyan sukses ngebuat gue jadi patung dadakan dan jadi gak nafsu makan sama sekali.

Apa Iyan tidak tahu ya, perlakuan kecilnya bisa berdampak sangat besar untuk seseorang yang sedang  jatuh diam-diam padanya sepertiku ini. Pada awalnya aku memang tidak ingin menganggap serius semua perlakuan Iyan yang selalu saja dapat mempercepat pompa dihatiku ini namun lama kelamaan perkembangan perasaanku padanya semakin sulit dikendalikan. Aku tahu aku salah, seharusnya aku tidak boleh besikap seperti ini pada Iyan karena aku sudah memiliki seseorang yang spesial. Tapi aku juga tidak bisa membohongi diriku sendiri bahwa aku juga menyukai Iyan. Aku sadar bahwa aku bertemu dengan orang yang tepat diwaktu yang salah, salah karena aku sudah memiliki ‘dia’ saat Iyan mengakhiri hubungannya dengan mantan pacarnya.


Sudah satu tahun lebih aku menjalani hubunganku dengan ‘dia’, susah senang bersama, tapi ada sesuatu yang membuat kami memutuskan hubungan ini. Bukan karena Iyan ataupun orang ketiga lho ya, tapi karena kami mempunyai alasan sendiri untuk mengakhirinya. Disaat aku sudah membiasakan diri tanpa ‘dia’ dengan mengalihkan pusat perhatianku kepada Iyan, sadar ataupun tidak Iyan mulai terlihat lebih dekat dalam artian “bukan sebagai sahabat” dengan sahabat perempuannya itu yang bisa kita sebut si C. Saat aku sedang melakukan rutinitasku yaitu memandangi Iyan dari kejauhan, aku selalu merasa tatapan Iyan terhadap si C ada yang berbeda maupun sebaliknya. Dan benar saja dugaanku, beberapa hari berikutnya aku sudah mendapat kabar bahwa mereka resmi menjalani hubungan lebih dari sekedar sahabat.

Meskipun aku kenal dengan si C, dan pada saat kami sekelas pun dia bersikap baik padaku, tapi entah kenapa semenjak mereka berpacaran si C mendadak jutek padaku. Waktu itu pernah, pada saat pulang sekolah dan sekolah sudah lumayan sepi aku ingin ke toilet terlebih dahulu sebelum berkumpul dengan anggota Jurnalistik. Dan sialnya, aku harus melewati lorong yang gelap dan sepi serta berpas-pasan dengan pasangan baru ini. Oh iya, semenjak mereka berpacaran aku sudah jarang bertegur sapa dengan Iyan lho. Untuk sekedar menatap pun rasa canggung menyelimutiku. Dan pada saaat kami berpas-pasan, suasana hening pun datang. Dari tatapan si C, aku merasa seakan-akan dia ingin memperlihatkan serta memperingatkan bahwa Iyan adalah miliknya dan aku bukan siapa-siapa. Aku tidak mengerti maksud tatapan dia itu, tapi pertanyaan demi pertanyaan yang memungkinkan selalu muncul diotakku seperti “apa dia tau gue suka sama Iyan?”, “tapi kalopun dia tau, tau darimana coba?”. Tapi aku tidak mau mempermasalahkan itu semua, toh aku pun tidak peduli sekalipun dia adalah salah satu ketua ekskul yang sangat berpengaruh diEtniez. 

Selama mereka berpacaran, dan selama itu pun aku dan Iyan merasa canggung untuk saling bertegur sapa. Kami hanya menatap sambil menganggukan kepala saat tidak sengaja bertemu. Tanpa aku sangka, ternyata hubungan Iyan dan si C tidak berlangsung lama, mereka hanya bertahan beberapa bulan saja. Kalau boleh jujur pun, mungkin hanya aku yang bahagia saat mendengar kabar tersebut. Terdengar jahat memang, tapi aku hanya berusaha untuk tidak membohongi perasaanku saat ini. Sejak berakhirnya hubungan mereka, aku tidak pernah melihat Iyan berdekatan lagi dengan si C. Mungkin satu pelajaran yang bisa aku ambil dari pengalaman Iyan adalah, “jangan pernah menjalin hubungan spesial dengan sahabatmu sendiri karena disaat kalian berpisah kamu akan kehilangan pacar sekaligus sahabat”. Tapi ada satu keuntungan bagiku dengan berakhirnya hubungan mereka, yaitu aku bisa memandangi Iyan dan menyapanya sesuka hatiku tanpa khawatir akan ada yang marah. Aku selalu memandanginya dari kejauhan saat Iyan sedang latihan ekskul, bermain dengan temannya atau sekedar memainkan ponselnya. Aku senang melihatnya, bagiku Iyan adalah vitaminku.
Seiring berjalannya waktu, tanpa terasa hari ini aku dan mama sedang disekolah untuk mengambil rapor UTS semester 4. Sambil menunggu giliran, aku iseng membuka sosial mediaku (twitter). Aku menulis sebuah tweet tentang Iyan karena aku berpikir tidak akan bertemu dengannya hari ini, “@fildzahicha_: Hari ini gadapet asupan vitamin I deh hft.” Siapa yang sangka ternyata Iyan juga menuliskan sebuah tweet, yang berarti dia sedang on twitter dan hal yang aku takutkan adalah Iyan melihat tweet-ku barusan. Aku takut Iyan berpikir kalau vitamin I yang ku maksud adalah dirinya, tapi batinku langsung berbicara 'kalo dipikir-pikir orang yang namanya berawalan dari I kan banyak, emangnya cuma Iyan doang apa. Udahlah gausah khawatir'. Benar juga apa yang dikatakan suara itu, jadi aku tidak perlu khawatir lagi. Sehabis pembagian nilai UTS, seminggu kedepan adalah minggu remedial. Aku mendapat kelas XI IPS 1 yang tadinya kelas awalku adalah XI IPS 3, disaat aku sedang berada dikelas, tiba-tiba Tian datang dan menyuruhku keluar kelas. Oh iya aku lupa kasih tahu, kalau aku suka curhat dengan Tian dan dia sudah mengetahui kalau aku menyukai Iyan. Tian sukses membuat detak jantungku tidak terkendali saat dia mulai bercerita tentang Iyan padaku.
“Ada apa nih? Tumben banget sampe nyamper ke kelas gue?” tanyaku sambil meledeknya.
“Gue punya kabar yang pastinya bikin lo jumpalitan.” jawab Tian sok cool.
“Pasti tentang Iyan yah? Ada apaan? Aaaaa gue kepo, buruan cerita ih!” bujukku sambil menarik-narik tangan Tian.
“Iya iya, sabar kenapa sih. Giliran denger nama Iyan aja gercep banget lo.” sahut Tian.
“Bodoo, buruan cerita dong Tian ganteng.” ujarku.
“Kemaren malem Iyan nge-whatsapp gue.” jawab Tian.
“Nge-whatsapp apaaaaaaa?!” tanyaku histeris.
“Dia ngirimin capture-an tweet lo yang ada vitamin-vitamin I nya itu. Trus dia bilang katanya masa dia jadi kegeeran gitu.” kata Tian santai.
Deg! Deg! Deg! Deg! Deg! Demi neptunus yang kemungkinan gak bakal nyatu sama bumi, gue gatau mesti gimana. Gue bisa gagal jadi secret admirer sejati kalo sampe dia sadar gue suka sama dia.


Hari ini aku sudah resmi menjadi senior seutuhnya diEtniez karena aku sudah naik kelas ke kelas XII. Aku mendapat kelas XII IPS 4, dan tanpa disangka-sangka Iyan mendapat kelas XII IPA 4. Kita sama-sama mendapat kelas berakhiran 4 hehehe, untung aku mempunyai 6 sahabat dijurusan IPA jadi peluang untuk bisa satu kelas dengan Iyan semakin besar. Dan…goctha! Ternyata kedua sahabatku yaitu, Ema alias Dori dan Mirsa alias Cemir satu kelas dengan Iyan. Terimakasih ya Allah engkau mempermudahku untuk mengetahui keseharian Iyan dikelas! Hari-hari dikelas XII ini berjalan baik sampai pada hari ulang tahunku, aku mendapat kado teristimewa sepanjang masa SMA-ku. Aku diceritakan Cemir kejadian yang sangat membuatku senang. Jadi, setelah Cemir mengucapkan selamat ulang tahun padaku, dia menulis personal message diBBM. Tanpa disangka, Iyan melihat itu. Lalu dia langsung bertanya kepada Cemir.

“Mir, ini beneran ijah ulang tahun?” tanya Iyan.

“Ya beneran lah yan masa iya gua boong deh.” jawab Cemir.

“Ah yang bener lu, gak percaya gue.” ujar Iyan sambil pergi ke tempat duduknya karena guru Fisika sudah datang.

Berdasarkan pengakuan Cemir, Iyan sempat tidak percaya. Tapi saat bel istirahat berbunyi, dia kembali bertanya pada Cemir.

“Mir, beneran nih ijah ulang tahun?” tanya Iyan.

“Yaampun, emang muka gue ada tampang boong yan? Beneran anjir ngapain pake boong segala.” jawab cemir panjang lebar.

“Lu udah ngucapin?” tanya Iyan lagi.

“Udahlah, lu udah belom?” kata Cemir.

“Belom nih.” jawab Iyan.

“Yaudah ucapin gih.” ujar Cemir.

BBM sama twitter gue lagi error, terus gaada kuota juga sih sebenernya.” jawab Iyan.

“Yaudah voice note pake hape gue aja sini.” sahut Cemir.

“Gamau ah, malu gue.” kata Iyan.

Setelah Cemir menceritakan itu semua pada saat istirahat ke-2, aku langsung teriak-teriak dan tanpa sadar banyak pasang mata yang memandang kearahku aneh. Tapi aku tidak peduli dikarenakan hatiku sedang panen bunga-bunga indah. Kalau dipikir-pikir berarti aku pernah ada dipikiran Iyan walaupun hanya satu hari atau mungkin hanya beberapa saat saja yah hehehe. Intinya aku sangat senang hari ini. Tanpa terasa bel pulang sekolah pun berbunyi, seperti biasa aku dan ke-7 sahabatku pasti selalu berkumpul untuk sekedar ke kantin terlebih dahulu sebelum pulang. Saat aku melihat kelas Chacong yang tepat disebelah kelasku, belum ada tanda-tanda kelasnya pulang. Lalu aku berinisiatif untuk ke kelas Dori dan Cemir dahulu baru ke kelas Lora, Rana, Chan dan Yasyfa. Saat ditengah perjalanan untuk sampai ditangga yang berdekatan dengan kelas sahabat-sahabatku, muncul seseorang yang sangat aku kenali dan tanpa sengaja kami saling bertatapan satu sama lain. Seketika aku langsung diam ditempat, mematung sambil menatapnya. Lalu dia menghampiriku sambil menyodorkan tangannya dan mengucapkan selamat ulang tahun serta semua harapannya untukku. Aku mengucapkan terimakasih dan dia langsung pamit pulang sambil menampakkan senyum manisnya padaku. Saat itu pun aku langsung meleleh dibuatnya, seketika kakiku sudah menjadi jelly dan tidak mampu menopang tubuhku yang besar ini. Aku kembali teringat pada saat kelas X dia juga memberikan ucapan selamat ulang tahun serta harapannya untukku meskipun via BBM, dia sukses membuat tidurku nyenyak diselimuti kebahagiaan kecil malam itu, lengkap sudah kebahagiaanku hari ini. Terimakasih Iyan, you made my day!


Kebahagiaan hari itu langsung berubah 180 derajat pada keesokan harinya, saat salah satu sahabat laki-lakiku selain Tian yang merangkap menjadi teman Iyan juga memberitahuku sesuatu yang membuatku memutuskan untuk berhenti menjadi secret admirer Iyan. Dia menceritakan bahwa pada intinya Iyan melihatku dari segi fisiknya dan kesimpulan yang bisa aku ambil dari cerita sahabatku ini adalah bahwa “Iyan tidak menyukaiku hanya karena dia melihatku dari segi fisiknya saja tanpa dia tau bahwa aku sangat menyukainya dari kelas X”. Pada saat itu juga, aku memutuskan untuk menghindari Iyan. Aku kecewa padanya, teman-temanku pun merasa bahwa Iyan tidak pantas berkata seperti itu. Aku hampir menangis dihadapan Tian saat menceritakan itu semua, kalau saja aku tidak menceritakannya dikelas yang masih ramai mungkin air mata ini tidak bisa kutahan lagi. Tian pun tidak percaya bahwa Iyan bisa mengatakan semua itu, tapi sekarang sudah sangat jelas bahwa Iyan tidak menyukaiku.

Hari-hari berikutnya tetap aku jalani sebagaimana mestinya, kecuali rutinitasku untuk memandangi serta bertegur sapa dengan Iyan saat tidak sengaja bertemu. Aku menghindari kontak mata dengannya dan langsung jalan jika bertemu, berusaha untuk tidak peduli lagi dengan Iyan, berusaha bersikap biasa saja seakan tidak terjadi apapun dengan hatiku yang sudah hancur karena Iyan. Tapi disaat aku sedang berusaha melupakan semua perasaanku terhadap Iyan, dia datang seakan menarik perasaanku kembali agar dia dapat menguasai hatiku lagi dengan memberikan emot love disetiap momen yang aku share dimedia sosialku (path), padahal aku jarang sekali melakukan hal sebaliknya pada Iyan. Walaupun ini bukan pertama kalinya, tapi dia melakukannya disaat yang tidak tepat. Apa dia tidak mengerti bahwa ini menyiksaku?

Salah satu sahabatku, Dori, pernah bercerita tentang Iyan padaku. Jadi, sewaktu aku kelas X aku pernah menuliskan nama Iyan disertai emot love dan inisial namaku ‘FKF’ dipost-it yang tidak sengaja tersimpan dibagian belakang binder Dori. Pada saat kelas XII IPA 4 sedang menonton sebuah film dari proyektor kelasnya, Iyan pun duduk dibangku Dori. Dori melihat Iyan membuka bindernya, tapi Dori lupa akan post-it itu dan berpikir kalau tidak ada hal yang penting didalam bindernya jadi Dori memutuskan untuk tidak menegur Iyan. Saat Dori sedang mengecek bindernya dan sampai dibagian belakang, ternyata post-it ku yang selama ini bertengger dibinder Dori sudah raib. Menurut anggapan Dori, post-it tersebut diambil oleh Iyan. Karena selama film berlangsung, hanya Iyan yang berada dibangku Dori. Aku tidak mengerti motivasi apa yang membuat Iyan mengambil post-it itu. Aku pun sudah tidak peduli lagi jikalau Iyan memang mengetahui aku sangat menyukainya.

Sejak hari graduation sampai saat ini pun aku tidak pernah bertemu Iyan atau pun sekedar chit-chat untuk menanyakan kabarnya. Aku enggan menambahkan dia sebagai teman diline, walaupun aku sudah hafal diluar kepala nama id line Iyan dan mungkin tidak akan pernah lupa sampai kapanpun. Aku sudah tau dimana Iyan melanjutkan kuliah, tapi aku selalu ingin menjadi invisible dihadapan Iyan. Tiga tahun sudah ku habiskan masa SMA-ku dengan menjadi secret admirer Iyan. Memandanginya dari kejauhan, menyukainya dalam diam dan menyebut namanya dalam setiap do’aku. Seperti kutipan Dwitasari dalam novelnya yang berjudul Jatuh Cinta Diam-Diam bahwa “Setiap hati selalu menyimpan sebuah nama dan setiap orang punya caranya sendiri untuk mencintai. Setiap orang punya caranya sendiri untuk jatuh cinta tanpa membaginya dengan orang yang dicinta. Setiap orang juga punya caranya sendiri untuk berbagi tawa dan menyembunyikan tangisnya sendiri.” Serta kutipan lainnya juga dalam novel Jatuh Cinta Diam-Diam #2 “Tak semua rasa cinta itu harus diumbar ke dunia. Adakalanya dia dipupuk dengan sabar dan dinikmati saat mekar.”

Aku selalu bertanya-tanya pada diriku sendiri, apa aku terlalu asik menikmati cinta dalam diam sampai pada akhir masa SMA-ku, aku tidak bisa mendapatkan laki-laki yang sudah berhasil mendiami hatiku selama tiga tahun? Entahlah. Tapi aku selalu percaya bahwa setiap perjalanan akan berakhir pada sebuah tempat pemberhentian. Dimana seseorang akan mengistirahatkan segala bentuk kasih sayang, cinta dan bahagia. Mungkin pada saat itu bukan waktu yang tepat untuk kami bersatu, tapi aku percaya bahwa tidak ada skenario yang indah selain skenario Allah untuk para umatnya.

“Tak ada yang lebih baik selain dua orang yang bertemu karena saling menemukan, sama-sama berhenti karena telah selesai mencari. Tak akan ada yang pergi, sebab tahu bagaimana sulitnya mencari.” Unknown