Identitas Buku
Judul resensi : Mengamati kumpulan cerita cinta karya
Dwitasari "Jodoh Akan Bertemu"
Penulis :
Lana Azim dan Dwitasari
Penerbit :
Loveable
Tanggal terbit : Desember 2013
Jumlah halaman : 288
Harga buku :
Rp 42.500
No.ISBN :
9786027689589
Kisah cinta dalam novel ini unik karena
menonjolkan dua karakter yang kuat yakni Chabib dan Nia, dua pribadi yang
berbeda latar belakang. Chabib sosok yang polos, patuh pada orang tua dan taat
beribadah sedangkan Nia sosok wanita modern, cerdas, kritis dan pemarah
dipertemukan dalam skenario perjodohan yang dinamis. Saat membaca buku ini,
emosi kita akan terbawa karena ikut merasakan kesabaran dan juga keteguhan hati
Chabib dalam mempertahankan cintanya, dimana dia dihadapkan pada dua pilihan
yaitu memilih wanita yang berhijab, cerdas, penghafal Al-Qur’an, seorang dokter
atau wanita yang bergaya hidup bebas dan berprofesi sebagai model namun cinta
pertamanya. Lalu kemana kah hati Chabib berlabuh?
Latar tempat di Kyoto (Jepang) digambarkan
sekilas namun tidak terlalu kental tapi menjadi pelengkap cerita, begitu juga
suasana kampung halaman Chabib di Semarang (Indonesia) yang kental nuansa keislamannya.
Latar tempat sangat membangun kisah ini dalam melihat persamaan moral dan nilai
didalamnya serta perbedaan budaya. Unsur budaya menjadi pemanis, cerita ini
menjadi asik untuk dibaca serta tokoh Ayumi dan Jun dihadirkan sebagai pemicu
konflik dan klimaks cerita.
Unsur
Intrinsik
Tema :
Konflik batin Chabib
Tokoh & Penokohan :
- Chabib= Baik, penyabar, setia, dan agamis
Pembuktian
dari dialog antar tokoh, “Aku mau jujur sama kamu. Sebenarnya aku masih sangat
sayang sama kamu. Sayang banget. Aku banting tulang, kerja keras buat pergi ke
Jepang juga sebenarnya
karena kamu. Tapi ketika aku udah disana, kamu mencampakkanku. Aku sakit, Nia.
Tapi aku terima itu. Selama empat tahun aku belum bisa ninggalin kamu meski ada
seorang wanita yang lagi dekat sama aku waktu itu. Aku nolak dia gara-gara
kamu.” (halaman 253-254)
- Nia= Keras kepala, suka memerintah, pemarah, sinis, labil dan moody
Pembuktian
dari dialog antar tokoh, “Aku nggak mau kamu ceraikan! Aku butuh waktu untuk
berubah! Tapi jika kamu nekat pulang sekarang, aku nggak bakal maafin kamu. Aku
bakal marah seumur hidup!” (halaman 218)
- Ayumi= Baik dan suka menolong
Pembuktian
dari penjelasan penulis, “Yumi memang wanita yang baik. Selama aku tinggal
disini, hanya dialah wanita yang sering aku ajak curhat dan aku mintai
pertolongan.” (halaman 68)
- Jun= Baik dan bijaksana
Pembuktian dari dialog antar tokoh, ”Kau tahu, jika kita
jatuh cinta, jangan pernah menyerahkan semua hati kita kepada orang yang kita
cintai. Suatu saat apabila kita kehilangan dia, kita masih punya sisa hati kita
untuk membuka lembaran baru lagi dengan orang lain. Segeralah berumah tangga,
bekerja, punya anak, punya cucu. Dan dia perlahan akan pergi dari hidupmu. Watashi o shinjite!” (halaman 195)
- Nurma= Baik, agamis dan cerdas
Pembuktian
dari dialog antar tokoh, “Ya, mau bagaimana lagi, mas. Ilmuku juga harus
diamalkan bukan? Apalagi ulama kan pernah bilang kalo di suatu desa, hukumnya fardhu kifayah punya dokter atau tabib.
Minimal satu.” (halaman 241)
Latar :
- Tempat= Kyoto dan Semarang
“Ini
adalah musim semi keempat untukku, di Kyoto,
di pusat budaya Jepang, kota yang sudah aku anggap kampong halaman keduaku.”
(halaman 1)
“Aku memang pernah sekolah diSMA favorit di Semarang.” (halaman 17)
- Waktu= Pagi dan Malam hari
“Pagi ini aku sudah mengemas barang-barangku.” (halaman 191)
“Sejak malam pesta ulang tahun
itu, hari-hariku semakin murung.” (halaman 183)
- Suasana= Mengecewakan namun akhir ceritanya membahagiakan
“…Tapi
ketika aku udah disana, kamu mencampakkanku. Aku sakit, Nia. Tapi aku terima
itu.” (halaman 253)
“Saya
terima nikah dan kawinnya saudari Nia Syarfienan binti Haji Abdullah dengan
seperangkat alat sholat dan Al Qur’an dibayar tunai.” Aku mengucapkan dengan
lantang dan satu tarikan napas saja...(halaman 278)
Alur : Alur campuran
Sudut
pandang : Orang pertama pelaku
utama
“Aku mengalir mengikuti arus
kehidupanku.” (halaman 273)
Amanat : Tidak
ada yang bisa mengubah takdir yang telah ditetapkan Allah
Unsur
Ekstrinsik
Nilai
yang terkandung :
- Nilai sosial-budaya = Kisah anak dan orang tua serta budaya Jepang Ojigi (membungkukkan badan).
- Nilai religi = Tidak boleh bersentuhan dengan yang bukan muhrimnya
Latar belakang penulis
Lana
Azim,
lahir dan tinggal di pinggiran kota Semarang yang terkenal dengan kota
santrinya. Kecintaannya akan sastra dan novel dimulai ketika masa anak-anak.
Hal ini tak lepas dari ibunya, seorang guru Bahasa Indonesia yang pernah
mendirikan tempat penyewaan buku. Mulai dari sana, dia banyak membaca novel
klasik dan modern hingga tahun 90-an. Background
teknik kimianya tidak membuat dia berpaling dari hobi menulis. Dia sempat
menjadi pemimpin redaksi Majalah Science
Online saat aktif berorganisasi di kampus. Novel “Jodoh Akan Bertemu” ini
merupakan inspirasi dari salah satu almarhum teman dekatnya yang juga memiliki
nama yang sama dengan tokoh utama.
Dwitasari, adalah anak ke-2
dari 3 bersaudara. Gadis berzodiak sagitarius ini sudah mulai menyukai dunia
sastra sejak usia 10 tahun. Anak yang memilih jurusan IPA saat SMA ini,
ternyata menjatuhkan hatinya pada Sastra Indonesia sebagai jurusan kuliahnya.
Hobinya membaca, menulis, dan menyanyi. Novel “Jodoh akan Bertemu” adalah novel
pertama yang ditulis bersama pria yang bahkan belum ia temui. Dwitasari
berharap novel ini akan jadi kejutan yang manis dan menyenangkan.
Kelebihan
- Novel ini mengangkat kearifan lokal Semarang dan Kyoto.
- Cerita unik, mengangkat karakter pemuda pesantren yang dihadapkan dengan karakter wanita modern.
- Konflik yang diangkat berbeda dengan kisah romance kabanyakan. Ada pertentangan keluarga, hati, hingga kesetiaan, dan kekecewaan.
- Tidak ada tokoh antagonis, karena yang menjadi tokoh antagonis adalah diri sendiri, yang harus berperang dengan hati.
- Akhir cerita tidak mudah ditebak sehingga membuat pembaca penasaran untuk membaca keseluruhan isi novel.
Kekurangan
- Hanya kesalahan teknis, terdapat typo yang wajar.
- Penulisan agak kaku, mungkin karena ditulis dua orang dalam satu novel.
- Dibagian akhir cerita, penyajiannya terkesan terburu-buru untuk mengakhiri cerita.
Kesimpulan
dan Saran
Meskipun melibatkan ragu saat menjemput rasa, tapi
percayalah, ragu yang terjawab itu namanya cinta. Tak ada yang bisa melangkahi takdir
kita sendiri. Tidak ada kebetulan,
tapi semua sudah direncanakan.
Novel ini unik dan memiliki makna yang sangat dalam
tentang perjuangan dan pengorbanan si tokoh utama dalam menghadapi konflik
batinnya. Terselipkan pula makna religi tentang takdir, yang tidak seorang pun dapat mengubahnya. Jadi,
novel ini bagus untuk dibaca karena memiliki banyak pelajaran didalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar