Sabtu, 19 Maret 2016

Resensi Novel: Jodoh Akan Bertemu



Identitas Buku 

Judul resensi            : Mengamati kumpulan cerita cinta karya
                                  Dwitasari "Jodoh Akan Bertemu"
Penulis                     : Lana Azim dan Dwitasari     
Penerbit                    : Loveable
Tanggal terbit            : Desember 2013
Jumlah halaman        : 288
Harga buku               : Rp 42.500
No.ISBN                    : 9786027689589

Kisah cinta dalam novel ini unik karena menonjolkan dua karakter yang kuat yakni Chabib dan Nia, dua pribadi yang berbeda latar belakang. Chabib sosok yang polos, patuh pada orang tua dan taat beribadah sedangkan Nia sosok wanita modern, cerdas, kritis dan pemarah dipertemukan dalam skenario perjodohan yang dinamis. Saat membaca buku ini, emosi kita akan terbawa karena ikut merasakan kesabaran dan juga keteguhan hati Chabib dalam mempertahankan cintanya, dimana dia dihadapkan pada dua pilihan yaitu memilih wanita yang berhijab, cerdas, penghafal Al-Qur’an, seorang dokter atau wanita yang bergaya hidup bebas dan berprofesi sebagai model namun cinta pertamanya. Lalu kemana kah hati Chabib berlabuh? 

Latar tempat di Kyoto (Jepang) digambarkan sekilas namun tidak terlalu kental tapi menjadi pelengkap cerita, begitu juga suasana kampung halaman Chabib di Semarang (Indonesia) yang kental nuansa keislamannya. Latar tempat sangat membangun kisah ini dalam melihat persamaan moral dan nilai didalamnya serta perbedaan budaya. Unsur budaya menjadi pemanis, cerita ini menjadi asik untuk dibaca serta tokoh Ayumi dan Jun dihadirkan sebagai pemicu konflik dan klimaks cerita.

Unsur Intrinsik

Tema                           : Konflik batin Chabib
Tokoh & Penokohan   :
  •         Chabib= Baik, penyabar, setia, dan agamis
Pembuktian dari dialog antar tokoh, “Aku mau jujur sama kamu. Sebenarnya aku masih sangat sayang sama kamu. Sayang banget. Aku banting tulang, kerja keras buat pergi ke Jepang juga sebenarnya karena kamu. Tapi ketika aku udah disana, kamu mencampakkanku. Aku sakit, Nia. Tapi aku terima itu. Selama empat tahun aku belum bisa ninggalin kamu meski ada seorang wanita yang lagi dekat sama aku waktu itu. Aku nolak dia gara-gara kamu.” (halaman 253-254)
  •         Nia= Keras kepala, suka memerintah, pemarah, sinis, labil dan moody
Pembuktian dari dialog antar tokoh, “Aku nggak mau kamu ceraikan! Aku butuh waktu untuk berubah! Tapi jika kamu nekat pulang sekarang, aku nggak bakal maafin kamu. Aku bakal marah seumur hidup!”  (halaman 218)
  •         Ayumi= Baik dan suka menolong
Pembuktian dari penjelasan penulis, “Yumi memang wanita yang baik. Selama aku tinggal disini, hanya dialah wanita yang sering aku ajak curhat dan aku mintai pertolongan.” (halaman 68)
  •         Jun= Baik dan bijaksana
Pembuktian  dari dialog antar tokoh, ”Kau tahu, jika kita jatuh cinta, jangan pernah menyerahkan semua hati kita kepada orang yang kita cintai. Suatu saat apabila kita kehilangan dia, kita masih punya sisa hati kita untuk membuka lembaran baru lagi dengan orang lain. Segeralah berumah tangga, bekerja, punya anak, punya cucu. Dan dia perlahan akan pergi dari hidupmu. Watashi o shinjite!” (halaman 195)
  •         Nurma= Baik, agamis dan cerdas
Pembuktian dari dialog antar tokoh, “Ya, mau bagaimana lagi, mas. Ilmuku juga harus diamalkan bukan? Apalagi ulama kan pernah bilang kalo di suatu desa, hukumnya fardhu kifayah punya dokter atau tabib. Minimal satu.” (halaman 241)

Latar                            :
  •         Tempat= Kyoto dan Semarang
“Ini adalah musim semi keempat untukku, di Kyoto, di pusat budaya Jepang, kota yang sudah aku anggap kampong halaman keduaku.” (halaman 1)
“Aku memang pernah sekolah diSMA favorit di Semarang.” (halaman 17)

  •         Waktu= Pagi dan Malam hari
“Pagi ini aku sudah mengemas barang-barangku.” (halaman 191)
“Sejak malam pesta ulang tahun itu, hari-hariku semakin murung.” (halaman 183)

  •         Suasana= Mengecewakan namun akhir ceritanya membahagiakan
“…Tapi ketika aku udah disana, kamu mencampakkanku. Aku sakit, Nia. Tapi aku terima itu.” (halaman 253)
“Saya terima nikah dan kawinnya saudari Nia Syarfienan binti Haji Abdullah dengan seperangkat alat sholat dan Al Qur’an dibayar tunai.” Aku mengucapkan dengan lantang dan satu tarikan napas saja...(halaman 278)

Alur                             : Alur campuran
Sudut pandang            : Orang pertama pelaku utama
                                    Aku mengalir mengikuti arus kehidupanku.” (halaman 273)
Amanat                        : Tidak ada yang bisa mengubah takdir yang telah ditetapkan Allah

Unsur Ekstrinsik

Nilai yang terkandung :

  •         Nilai sosial-budaya      = Kisah anak dan orang tua serta budaya Jepang Ojigi                                              (membungkukkan badan).
  •         Nilai religi               = Tidak boleh bersentuhan dengan yang bukan                                                       muhrimnya 
Latar belakang penulis

Lana Azim, lahir dan tinggal di pinggiran kota Semarang yang terkenal dengan kota santrinya. Kecintaannya akan sastra dan novel dimulai ketika masa anak-anak. Hal ini tak lepas dari ibunya, seorang guru Bahasa Indonesia yang pernah mendirikan tempat penyewaan buku. Mulai dari sana, dia banyak membaca novel klasik dan modern hingga tahun 90-an. Background teknik kimianya tidak membuat dia berpaling dari hobi menulis. Dia sempat menjadi pemimpin redaksi Majalah Science Online saat aktif berorganisasi di kampus. Novel “Jodoh Akan Bertemu” ini merupakan inspirasi dari salah satu almarhum teman dekatnya yang juga memiliki nama yang sama dengan tokoh utama.

Dwitasari, adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara. Gadis berzodiak sagitarius ini sudah mulai menyukai dunia sastra sejak usia 10 tahun. Anak yang memilih jurusan IPA saat SMA ini, ternyata menjatuhkan hatinya pada Sastra Indonesia sebagai jurusan kuliahnya. Hobinya membaca, menulis, dan menyanyi. Novel “Jodoh akan Bertemu” adalah novel pertama yang ditulis bersama pria yang bahkan belum ia temui. Dwitasari berharap novel ini akan jadi kejutan yang manis dan menyenangkan.

Kelebihan

  • Novel ini mengangkat kearifan lokal Semarang dan Kyoto.
  • Cerita unik, mengangkat karakter pemuda pesantren yang dihadapkan dengan karakter wanita modern.
  • Konflik yang diangkat berbeda dengan kisah romance kabanyakan. Ada pertentangan keluarga, hati, hingga kesetiaan, dan kekecewaan.
  • Tidak ada tokoh antagonis, karena yang menjadi tokoh antagonis adalah diri sendiri, yang harus berperang dengan hati.
  • Akhir cerita tidak mudah ditebak sehingga membuat pembaca penasaran untuk membaca keseluruhan isi novel.
Kekurangan

  • Hanya kesalahan teknis, terdapat typo yang wajar.
  • Penulisan agak kaku, mungkin karena ditulis dua orang dalam satu novel.
  • Dibagian akhir cerita, penyajiannya terkesan terburu-buru untuk mengakhiri cerita.
Kesimpulan dan Saran

Meskipun melibatkan ragu saat menjemput rasa, tapi percayalah, ragu yang terjawab itu namanya cinta. Tak ada yang bisa melangkahi takdir kita sendiri. Tidak ada kebetulan, tapi semua sudah direncanakan.
 
Novel ini unik dan memiliki makna yang sangat dalam tentang perjuangan dan pengorbanan si tokoh utama dalam menghadapi konflik batinnya. Terselipkan pula makna religi tentang takdir, yang  tidak seorang pun dapat mengubahnya. Jadi, novel ini bagus untuk dibaca karena memiliki banyak pelajaran didalamnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar